Sebelum memulai nature class, para yakobian cilik harus berbaris rapi.
“Coba lihat teman kamu yang ada di depan dan belakang. Jangan sampai ada yang mendahului,” ujar sang guru sebelum mereka berjalan menuju kebun Laudato Si yang berada di bagian belakang komplek Sekolah St. Yakobus.
Para yakobian cilik pun langsung menoleh ke depan dan belakangnya. Mereka menyadari siapa saja teman-teman yang ikut berbaris. Dengan cara ini, mereka belajar budaya antri dan tidak saling mendahului.
Cara lain untuk mengajarkan budaya antri adalah penggunaan minyak sereh atau lotion anti nyamuk bagi anak yang alergi terhadap minyak sereh. Mengolesi lotion atau minyak sereh ini berguna untuk mencegah gigitan nyamuk atau serangga ketika mereka bereksplorasi di nature class.
Setelah mereka faham manfaat lotion atau minyak sereh yang disampaikan guru, mereka akan segera meminta guru mengolesinya. Saat inilah mereka harus menyadari bahwa mereka tidak bisa berebutan. Mereka harus berbaris dan antri.
Para guru TK St. Yakobus kerap menemukan beberapa anak usia 4-5 tahun yang sudah bisa berhitung, menulis dan membaca. Ini merupakan hal baik yang bisa membantu perkembangan sang anak.
Namun, ada satu hal yang jadi perhatian para guru, yaitu kesiapan sang anak untuk melakukan itu semua.
“Yang kami perhatikan adalah fondasinya. Apakah anak itu sudah siap pegang pensil?” ujar Ms Iin.
Fondasi ini juga dipersiapkan oleh para guru TK St. Yakobus dalam aneka kegiatan di nature class. Salah satu kegiatannya adalah menggunakan batu kecil sebagai pengganti kapur tulis.
Para yakobian cilik diminta mencari batu kecil yang ukurannya cukup dalam genggaman tangan mereka. Mereka cukup mencari satu batu dan menggunakannya untuk mewarnai paving blok yang tersedia.
“Dengan cara ini, tangan mereka terlatih untuk memegang sesuatu. Aspek sensorik juga bekerja di sini. Pada akhirnya, nanti tangan mereka akan siap untuk menulis menggunakan pensil,” kata Ms Iin.
Cara sederhana dan menyenangkan namun efektif menyediakan fondasi kokoh untuk sang anak.
Saking menyenangkan bagi sang anak, batu-batu kecil ini dianggap sebagai krayon yang biasa digunakan untuk menggambar.
“Miss, aku bisa warnai pakai batu ini loh! Bisa dikantongin lagi. Makanya, namanya batu ajaib, Miss!” ujar sang anak.